PERINGATAN HARI KEBANGKITAN NASIONAL KE-106 TINGKAT KABUPATEN CIREBON TAHUN 2014

dalamSeluruh Pegawai Negeri Sipil, TNI/Polri, Pelajar dan Ormas mengikuti Upacara dalam rangka Peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke-106 Tingkat Kabupaten Cirebon Tahun 2014, Selasa (20/05/2014) berlangsung  di Lapangan Ranggajati Sumber. Upacara ini dipimpin langsung  oleh Bupati Cirebon Drs. H. Sunjaya Purwadi Sastra, MM.M.Si.

Hadir dalam upacara tersebut, Wakil Bupati Cirebon H. Tasiya Soemadi, Sekda Kab. Cirebon Drs. H. Dudung Mulyana, Ketua DPRD Kabupaten Cirebon H. Mustopa, SH, Kapolres Cirebon AKPB Irman Sugema, Kepala  OPD, Camat, Kepala Sekolah se-Kabupaten Cirebon, Muspida Kab. Cirebon, Ketua TP PKK dan  Dharma Wanita Persatuan Kabupaten Cirebon serta undangan lainnya.

Dalam sambutan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Tifatul Sembering, H. Sunjaya menyampaikan hal-hal sebagai berikut :

  1. Jika dihitung dari titik awal Kebangkitan Nasional tahun 1908, maka pada tahun 2014 ini, kita sudah lebih dari seratus tahun berproses dalam kesadaran kita untuk menjadi bangsa yang berdaulat, menjadi bangsa yang memiliki identitas dan jati diri ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Wajah dan corak ke-Indonesia-an kita pun tentunya telah banyak mengalami perubahan, dan perkembangan seiring dengan perubahan jaman dan tuntutan masyarakat itu sendiri. Oleh karena itulah, dalam rangka tetap menjaga semangat dan nilai-nilai kebangsaan yang telah dirintis oleh para pendahulu kita, kita tidak boleh lengah, tapi justru harus semakin waspada dan cerdas dalam menghadapi berbagai perubahan dan kemajuan yang berproses secara terus menerus tersebut.

2.    Momentum 1908 dan 1928 adalah momentum kaum muda yang bercita-cita Indonesia merdeka. Pemikiran dan cita-cita mereka, berlanjut melalui perjuangan para pemuda periode tahun 1945-1949. Mereka berjuang bagi tegaknya bangunan ke-Indonesaan yang merdeka dan berdaulat. Revolusi kemerdekaan yang membangun nasionalisme tanpa pandang bulu, revolusi yang menjadi motor penggerak mobilitas sosial bagi seluruh komponen bangsa. Revolusi yang pada gilirannya memberi ruang dan peluang bagi setiap anak bangsa untuk berbakti, mengabdi dan berkiprah sesuai profesi, keahlian dan bidang yang digelutinya. Inilah makna nasionalisme sesungguhnya, yakni penerapan cara berpikir, bersikap dan berperilaku yang secara ideologis merupakan kristalisasi kesadaran berbangsa dan bernegara.

3.    Sejalan dengan semangat dan jiwa kebangkitan nasional tersebut, maka peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke-106 tahun 2014 ini mengambil tema “MAKNAI KEBANGKITAN NASIONAL MELALUI KERJA NYATA DALAM SUASANA KEHARMONISAN DAN KEMAJEMUKAN BANGSA”. Tema ini mengandung tiga makna yang sekaligus menjadi instrumen ukuran sejauh mana nilai-nilai nasionalisme terimplementasi dalam karsa, cipta dan karya kekinian kita secara nyata. Artinya, nasionalisme bukan sekedar diskursus dan wacana yang sorak-sorai. Makna nasionalisme kekinian bukan lagi kamuflase kerinduan romantisme perjuangan masa lalu. Tetapi bagaimana kita mengimplementasikan romantisme perjuangan tersebut kedalam pola pikir, pola sikap dan perilaku kebangsaan selaras dengan tuntutan zaman. Membangun Indonesia baru di masa depan adalah antitesis dari kepentingan kelompok dan individu, antitesis berpikir kedaerahan, antitesis dari cara berperilaku kepartaian atau golongan. Nasionalisme yang diperlukan adalah nasionalisme yang berkontribusi bagi kedaulatan dan harga diri bangsa kita.

4.    Makna kedua, bahwa kita pada dasarnya menginginkan sebuah keharmonisan dalam perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nasionalisme terbangun bukan dari perilaku saling menuding, bukan saling menyalahkan dan bahkan bukan untuk saling menyingkirkan. Kekuatan kebangsaan tersemai dalam kohesivitas yang harmonis dari kekuatan dan energi potensi yang telah kita miliki. Komitmen untuk berbagi dan bersinerji dalam rangka mewujudkan cita-cita nasional itulah yang menjadi ukuran, sejauh mana karsa, cipta dan karya kita sudah memberikan kekuatan bagi terbangunnya keharmonisan perilaku kita dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang amanah.

5.    Makna ketiga, adalah memberi rujukan bahwa kekuatan sebuah bangsa tercirikan dari bagaimana perbedaan dan kemajemukan dapat terkelola menjadi kekuatan. Itulah niat mulia untuk menyatukan perbedaan-perbedaan yang dimiliki bangsa ini melalui Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Indonesia yang memiliki lebih dari 300 kelompok etnis, lebih dari 250 bahasa daerah dalam percakapan; keragaman dan komposisi pemeluk agama yang tersebar di seluruh nusantara adalah sebuah kekayaan sekaligus kekuatan. Sebagai Negara yang kaya akan keberagaman etnis, suku, budaya, dan agama, menyadari bahwa kohesivitas kesadaran akan keragaman senantiasa harus terjaga secara terus menerus dan berkesinambungan. Nilai-nilai toleransi akan perbedaan, nilai-nilai kemajemukan yang tumbuh berkembang atas dasar komitmen dan kesadaran bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tidak boleh luntur sampai kapanpun.

Namun demikian, fenomena kemajemukan yang bergulir akhir-akhir ini tampaknya sedikit mengalami penggerusan dari hakekat nasionalisme itu sendiri. Semangat persatuan demi menjunjung tinggi sikap nasionalisme yang dulu didambakan dan dibanggakan kini menjadi kekhawatiran kita bersama. Konflik antar etnis, antar agama, tawuran antar pelajar, tawuran antar warga, sikap prasangka antar kepentingan, konflik horizontal dan gangguan keamanan yang masih sering terjadi adalah fenomena kebangsaan yang perlu kita sikapi secara hati-hati. Demikian pula sikap dan perilaku yang mengutamakan kepentingan perorangan dan golongan, superioritas kelompok tertentu yg merasa lebih unggul dari kelompok lain, masalah narkoba, pornografi, menjamurnya perilaku koruptif, dan bentuk-bentuk sekat pemisah antara “We and Them”, adalah pola pikir, pola sikap dan perilaku yang harus kita hilangkan. Oleh karena itu, semangat dan makna peringatan Hari Kebangkitan Nasional Tahun 2014 ini, adalah semangat untuk berani melakukan evaluasi diri, semangat bagi penguatan komitmen seluruh komponen dan potensi bangsa dalam membangun Indonesia kedepan yang lebih baik.

(Bens/Edys, Diskominfo)

Translate »